Monday, January 28, 2008

Pak Tua





Pak tua sudahlah
Engkau sudah terlihat lelah oh ya
Pak tua sudahlah
Kami mampu untuk bekerja oh ya


Buat yang anda yang menikmati masa-masa saat beliau masih berkuasa tentu ingat lagu itu, kira-kira saya SMP atau SMA ya. Sudah lupa siapa penyanyinya, penciptanya Iwan Fals tapi waktu itu menggunakan nama samaran, saya sendiri kurang jelas siapa yang dimaksud Pak Tua oleh Bang Iwan, tapi mengingat masa itu, siapa lagi yang dimaksud kalo bukan....:-) Lagu itu memang menyindir ‘The Smiling General’ yang waktu itu masih menjadi orang nomor satu di negeri ini. Soal sindir-menyindir jaman itu bukan sembarangan, orang bisa ‘diciduk’ sewaktu-waktu jika tak hati2 bicara. Ah tapi memang sudah waktunya beliau untuk benar-benar tenang sekarang.

Waktu saya survai lapangan di suatu daerah di Jawa Tengah, seorang petani yang telah renta terus terang bilang: sekarang jaman susah, lebih enak waktu ‘beliau’ masih jadi presiden, mau beli pupuk murah dan mudah, irigasi juga lancar, tidak seperti sekarang ini, katanya. Di rumahnya yang remang-remang, -hanya di terangi lampu kuning 10 watt dan berlantaikan tanah. Pak petani tua itu memang tidak pernah bersekolah, buatnya yang penting bisa memanen padi dan palawijanya dalam jumlah yang cukup sehingga esok hari bisa makan siapapun presidennya. Seperti kebanyakan orang kecil.

Masa-masa saya lahir, kemudian besar dan mulai bersekolah, suka tidak suka, menikmati juga masa-masa kejayaan Indonesia sekaligus kejayaan ‘beliau’. Hidup memang terasa lebih mudah waktu itu. Bapak dan ibu memang pegawai negeri biasa, membesarkan 5 orang anak plus 1 adik bapak sampai sukses jadi sarjana, hal yang belum tentu bisa dilakukan orang jaman sekarang ini. Jaman itu semua serba teratur, seragam, tidak ada gejolak yang berarti. Stabilitas keamanan, berkah minyak bumi, swasembada beras, dll adalah sedikit dari yang disebut ‘prestasi’. Kekuasaan memang mudah membuat silau apalagi jika absolut dan terlalu lama bahkan bisa membuat orang lupa (lupa segala-galanya), bahkan menjerumuskan. Saya ingat, dimana-mana ada gambar ‘beliau’: di dalam buku, di tembok kelas, di perangko, di uang kertas. Lalu saat saya mulai kuliah baru saya tahu ada bom waktu yang siap meledak: fundamental ekonomi rapuh, hutang negara menumpuk, subsidi yang salah arah, kekayaan alam digerogoti oleh eksploitasi besar-besaran, KKN, dll.
Satu lagi pelajaran bagi setiap warga negara ini, untuk diambil hikmah dan jangan sampai ‘jatuh di lubang yang sama’ suatu saat nanti.

Yeah, orang memang punya sisi positif dan negatif, kelebihan dan kekurangan, kepergiannya membawa pertanyaan2 yang tidak saya mengerti, salah satu misalnya: seperti apakah persisnya, isi Supersemar itu? Apakah memang isinya seperti yang saya baca di pelajaran sejarah sewaktu saya SD? Sebegitu sensitifkah sehingga para tokoh kunci tidak ada yang bicara bahkan sampai mereka menghadap Sang Kuasa?
Tak ada yang tahu pasti apakah seseorang itu di waktu akhir hayatnya termasuk ‘Khusnul Khotimah’ atau ‘Su-ul Khotimah’ bagaimanapun kondisinya semasa hidup, tapi semoga saja ‘beliau’ termasuk golongan yang pertama, Khusnul Khotimah... Amiin....

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Telah ditengok sebanyak:
Counters
Amazon.com Coupons