Thursday, January 31, 2008

Wangsit




Soal bikin nama emang ribet. Pasangan yang mau punya baby tentu ada masa mulai pulang dari dokter dan dinyatakan positif sampai sekitar 9 bulan kemudian. Bayangkan, sembilan bulan untuk cari inspirasi untuk nama si anak tersayang. Urusan nama anak memang bukan main-main. Nama mengandung do’a, dan harapan dari orang tua. Tentu yang baik-baik.

Lain lagi urusannya untuk nama sebuah perusahaan, entah berwujud kios kecil di ujung pasar, atau bahkan supermarket yang bisa hektaran luasnya. Sering kita dengar ada orang yang sampai bertapa, puasa, melakukan hal yang aneh2 dan tak masuk akal. Katanya untuk mendapatkan wangsit dalam rangka mencari nama buat usahanya. Filosofi Jawa beda pula dengan Cina. Kalau Jawa ada istilah weton, kalau Cina ada feng shui. Kalau nama perusahaan bisa sangat-sangat serius urusannya. Mau dibawa kemana visi, misi perusahaan nanti, dapat customer,klien, tender apa tidak bisa jadi dilihat dari namanya. Saya kira orang tidak akan sembarangan menamakan usahanya jika ingin sukses dan kalau bisa mengembangkan sayapnya sampai ke bidang lain.

Yang berpikir logis dan tentu saja punya duit tak usah susah-susah. Tinggal pergi ke perusahaan yang memang bergerak dalam bidang pe-nama-an. Sodorin aja filosofi dasar, harapan, bidang usaha, latar belakang usaha kita ke dia, terus tinggal beres deh, ntar dia yang kasih alternatif nama-nama yang kira-kira seusai, lengkap pula dengan logo perusahaan kalau perlu.

Hari-hari ini otakku dan beberapa orang teman dipaksa untuk ‘brainstorming’ nama apa kira-kira yang bagus buat sebuah PT yang akan didirikan. Hal yang agak susah sebenarnya. Karena musti pake acara ‘kontemplasi’ terlebih dahulu Idenya sendiri sudah cukup lama sebenarnya. Adanya Keppres No.80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa membuat lembaga tempatku bekerja agak susah untuk ‘bergerak’. Selama ini bisa sih bergerak tetapi menggunakan PT orang lain dengan kompensasi tertentu. Dipikir-pikir sayang banget, kalau bisa pake nama sendiri kenapa musti bayar orang lain? Jadilah kami para asisten berinisiatif untuk mendirikan PT. Harapannya nanti selain untuk urusan tender proyek juga bisa bergerak ke segala arah. Menampung ide-ide kreatif yang tidak mungkin dikerjakan di lembaga yang sudah ada.

Wednesday, January 30, 2008

Ketika Pasar Klithikan Tidak Lagi Remang-remang

Sejak resmi dibuka pada November 2007 lalu, oleh Walikota Pak Herry, baru semalam saya masuk ke komplek Pasar Klithikan yang dulunya bekas pasar hewan Kuncen itu. Sewaktu masih di Jalan Mangkubumi dulu saya sering juga kesana, menemani teman mencari sepatu, hp, asesoris, dll. Harga yang miring tentu jadi pertimbangan utama, lepas dari masalah syubhat atau tidak, tapi beberapa kali mengantar teman kesana alhamdulillah selalu membeli barang yang baru, ataupun jika seken, barangnya bukan barang colongan. Seperti ketika teman saya beli hp seken, dus dan perlengkapan masih ada (no IMEI di hp sama dengan dusnya) dan keyakinan kami bertambah ketika ada orang yang menawarkan barang untuk dijual kemudian dimintai KTP oleh si penjual tadi.

Sejatinya yang namanya pasar klithikan biasanya menjual barang-barang seken, dengan ornamen lampu teplok, seperti yang saya kenal ketika menginjakkan kaki untuk pertama kali di Yogyakarta. Tapi lambat laun barang yang dijual semakin beragam dan dijual pula barang-barang baru masih dengan harga miring.
Suasana di lokasi yang baru sungguh berbeda. Kini lebih lapang, tempat parkir pun luas, dan tentu saja terang benderang. Berbeda dengan sewaktu di tempat yang lama, jika tidak tepat berada di bawah lampu jalan atau toko, tempatnya remang-remang, hanya diterangi lampu teplok saja. Kadang-kadang ada pula yang membawa lampu neon yang ditenagai oleh baterai. Keamanan juga nampak terjamin disana, beberapa orang satpam siap berjaga. Kompleks pasar itu sendiri terdiri dari 2 lantai. Barang yang dijual pun beragam, barang baru dan seken –khas pedangan pasar klithikan, tetapi pada umumnya didominasi oleh baju, hp dan asesorisnya serta barang-barang elektronik dan tools seperti obeng, tang dll. Terdapat toilet di salah satu sudutnya, samar-samar tercium bau karbol disitu –mungkin karena masih baru, di sudut yang lain ada musholla mini yang terbuka, saya tidak yakin ada yang mau dan bisa sholat disitu, di tengah kebisingan di sekitarnya. O, iya kalau di tempat lama pasar klitihikan hanya buka mulai sore sampai jam 9 malam, di tempat yang baru buka dari pagi sampai malam. Yang menarik, yang saya lihat di lantai 1 (saya tidak memperhatikan apakah di lantai 2 ada juga) yaitu ada tempat seperti locker di tengah2 los, bentuknya mirip bunker bawah tanah gunanya untuk menyimpan barang dagangan. Jadi pedagang tidak perlu repot membawa pulang barang dagangan dan peralatan jika pasar sudah tutup.

Pasarnya sendiri menurut saya sudah cukup luas, tetapi mungkin tidak cukup banyak untuk menampung seluruh pedagang klitihikan yang ada di Yogya. Dalam pengamatan saya, seluruh los pasar telah mempunyai penghuni, namun di sisi lain, terdapat sentra-sentra pedagang klithikan yang masih ada seperti di alun-alun kidul, seputaran suryowijayan, kemudian seputaran jalan asem gede. Saya kurang paham, apakah keberadaan pasar ini hanya untuk menampung eks pedagang yang semula berada di Jalan mangkubumi ataukah nantinya seluruh pedagang klithikan akan ditampung disitu.

Monday, January 28, 2008

Pak Tua





Pak tua sudahlah
Engkau sudah terlihat lelah oh ya
Pak tua sudahlah
Kami mampu untuk bekerja oh ya


Buat yang anda yang menikmati masa-masa saat beliau masih berkuasa tentu ingat lagu itu, kira-kira saya SMP atau SMA ya. Sudah lupa siapa penyanyinya, penciptanya Iwan Fals tapi waktu itu menggunakan nama samaran, saya sendiri kurang jelas siapa yang dimaksud Pak Tua oleh Bang Iwan, tapi mengingat masa itu, siapa lagi yang dimaksud kalo bukan....:-) Lagu itu memang menyindir ‘The Smiling General’ yang waktu itu masih menjadi orang nomor satu di negeri ini. Soal sindir-menyindir jaman itu bukan sembarangan, orang bisa ‘diciduk’ sewaktu-waktu jika tak hati2 bicara. Ah tapi memang sudah waktunya beliau untuk benar-benar tenang sekarang.

Waktu saya survai lapangan di suatu daerah di Jawa Tengah, seorang petani yang telah renta terus terang bilang: sekarang jaman susah, lebih enak waktu ‘beliau’ masih jadi presiden, mau beli pupuk murah dan mudah, irigasi juga lancar, tidak seperti sekarang ini, katanya. Di rumahnya yang remang-remang, -hanya di terangi lampu kuning 10 watt dan berlantaikan tanah. Pak petani tua itu memang tidak pernah bersekolah, buatnya yang penting bisa memanen padi dan palawijanya dalam jumlah yang cukup sehingga esok hari bisa makan siapapun presidennya. Seperti kebanyakan orang kecil.

Masa-masa saya lahir, kemudian besar dan mulai bersekolah, suka tidak suka, menikmati juga masa-masa kejayaan Indonesia sekaligus kejayaan ‘beliau’. Hidup memang terasa lebih mudah waktu itu. Bapak dan ibu memang pegawai negeri biasa, membesarkan 5 orang anak plus 1 adik bapak sampai sukses jadi sarjana, hal yang belum tentu bisa dilakukan orang jaman sekarang ini. Jaman itu semua serba teratur, seragam, tidak ada gejolak yang berarti. Stabilitas keamanan, berkah minyak bumi, swasembada beras, dll adalah sedikit dari yang disebut ‘prestasi’. Kekuasaan memang mudah membuat silau apalagi jika absolut dan terlalu lama bahkan bisa membuat orang lupa (lupa segala-galanya), bahkan menjerumuskan. Saya ingat, dimana-mana ada gambar ‘beliau’: di dalam buku, di tembok kelas, di perangko, di uang kertas. Lalu saat saya mulai kuliah baru saya tahu ada bom waktu yang siap meledak: fundamental ekonomi rapuh, hutang negara menumpuk, subsidi yang salah arah, kekayaan alam digerogoti oleh eksploitasi besar-besaran, KKN, dll.
Satu lagi pelajaran bagi setiap warga negara ini, untuk diambil hikmah dan jangan sampai ‘jatuh di lubang yang sama’ suatu saat nanti.

Yeah, orang memang punya sisi positif dan negatif, kelebihan dan kekurangan, kepergiannya membawa pertanyaan2 yang tidak saya mengerti, salah satu misalnya: seperti apakah persisnya, isi Supersemar itu? Apakah memang isinya seperti yang saya baca di pelajaran sejarah sewaktu saya SD? Sebegitu sensitifkah sehingga para tokoh kunci tidak ada yang bicara bahkan sampai mereka menghadap Sang Kuasa?
Tak ada yang tahu pasti apakah seseorang itu di waktu akhir hayatnya termasuk ‘Khusnul Khotimah’ atau ‘Su-ul Khotimah’ bagaimanapun kondisinya semasa hidup, tapi semoga saja ‘beliau’ termasuk golongan yang pertama, Khusnul Khotimah... Amiin....

Thursday, January 24, 2008

Survey: Cara Paling Mudah Membayar Iuran Listrik




Berawal dari rasa kesal selama menjadi anak kos yang kebetulan menjadi petugas penarik iuran listrik yang tiap bulan mesti nombok, saya tiba2 punya ide bagaimana jika dilakukan survey kecil2an, dalam skup kos2 an saya. Inti masalah, bagaimana cara agar saya atau siapa pun yang menjadi petugas penarik iuran tidak nombok agar listrik di rumah kos tidak diputus oleh PLN gara-gara telat mbayarnya. Sebenarnya saya sudah tidak lagi menjadi petugas sih, karena petugas yang seharusnya sedang sakit dan harus pulang untuk menjalani perawatan, maka saya sebagai kepala suku disini harus mengambil alih kendali sehingga stabilitas kos tetap terjaga –weleh malah jadi kayak situasi genting saja.  Memang untuk kos-kosan yang tidak ditunggui oleh si pemilik harus ada aturan yang banyak dan tentu saja peran saya sebagai kepala suku disini menjadi penting,hehehe......mulai deh :-P.

Sistem petugas bergiliran sudah pernah dijalankan, tapi masih saja ada yang suka nunggak. Maka kemudian suka tidak suka -dengan kekuasaan saya, kemudian saya percayakan urusan setrum menyetrum ini pada temen saya itu. Pertanyaan dalam kuesioner yang akan saya sebarkan nanti hanya satu sebenarnya, yaitu cara apakah yang Anda pilih dalam membayar iuran listrik. Alternatif yang saya berikan hanya 3 yaitu:

  • Bayar sekaligus dimuka sekalian dengan uang sewa kamar, diserahkan kepada ibu kos. Pembayaran uang sewa kamar biasanya untuk 6 bulan, jadi bayar listriknya 6 bulan juga.
    Cara ini mungkin sudah lazim ada di tempat kos yang lain.

  • Dengan membuat semacam kotak amal atau kotak buat coblosan Pilkada/Pemilu.Jadi nanti masing-masing warga kos diberi amplop untuk diisi uang sesuai jumlah yang harus dibayarkan. Nanti amplopnya dimasukkan ke dalam kotak tadi.

  • Dibuka rekening bank khusus untuk menampung iuran warga kos tiap bulannya. Setiap warga kos bisa menyetorkan lewat transfer bank (via ATM, e-banking, m-banking) atau setor langsung.
    Cara 2 dan 3 mungkin jarang ada di tempat kos yang lain, namanya juga inovasi.


  • Tentu saja saya juga menampung usulan ide-ide lain yang mungkin dilakukan.

    Secara kebetulan kemaren siang, saya asik ngobrol sama temen2 kantor, kok kesimpulannya sama ya? Apakah jaman sudah berubah? Sebelum Anda bingung, topik ngobrolnya mengenai perilaku anak kos jaman sekarang. Hal-hal yang jaman saya dan teman2 dulu, perilaku2 yang merupakan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu diperingatkan, eh sekarang musti diperingatkan dulu, bahkan dengan keras dan emosi. Yaa hal-hal yang kecil sebenarnya, misalnya: kalau mandi keran dibuka, dan kalau sudah dibuka jangan sampai airnya meluber, menjaga kebersihan, tidak bikin ribut yang bisa menganggu lingkungan, hal-hal semacam itulah. Saya kira orang tua jaman sekarang musti bekerja lebih keras dalam mendidik anaknya, belum lagi godaan dari luar, gempuran budaya pop (televisi, film , internet, hp, dll). :-) Bersyukur juga saya dilahirkan lebih dulu -di jaman belum 'seramai' sekarang, jadi orang tua saya tidak 'bekerja' -mendidik sekeras sekarang, tapi juga mikir ntar giliran jadi orang tua betapa beratnya mendidik anak. Ah tapi tiap jaman kan ada konsekuensi masing-masing, so dinikmati aja....betul?

    Wednesday, January 23, 2008

    The Golden Compass




    The Nomater kali ini nonton film arahan sutradara Chris Weitz, dibintangi oleh Dakota Blue Richards (Lyra Belacqua), Nicole Kidman (Mrs. Coulter) , Daniel Craig (Lord Asriel) dll. Kisahnya tentang gadis kecil Lyra yang berupaya menyelamatkan sahabat-sahabatnya (Roger dan Billy) yang diculik para Gobblers yang dikendalikan oleh Magisterium. Tujuan penculikan anak-anak ini tak lain adalah memisahkan anak dengan 'daemon'-nya. Daemon ialah makhluk pendamping yang dapat berubah-ubah bentuk. Daemon dan tuannya ibarat berbagi jiwa raga, jika salah satunya sakit maka hal yang sama akan terjadi. Kemampuannya membaca 'Golden Compass' (sebuah alethiometer, alat yang bisa memberitahu apa yang ingin diketahui pemegangnya) yang diberikan The Master kepadanya membawa petualangannya bertemu dengan kaum Gypsi, Mr. Scoresby -seorang aeronauts, juga dengan Iorek seekor (seorang?) beruang kutub yang sebenarnya pewaris tahta kerajaan beruang. [kalo inget beruang kutub jadi inget Polar Bear, merk korek api :-p].



    Jika Anda sudah pernah nonton seri Triloginya Lord of The Ring, maka cerita dan serunya aksi kolosal tidak akan anda dapatkan disini, adegan seru yang ditunggu penonton akhirnya muncul saat pertarungan si Iorek dengan raja beruang kutub, kemudian saat di akhir cerita, pertempuran antara pasukan Magisterium dengan kaum Gypsi yang dibantu oleh Iorek juga para penyihir yang dipimpin Serafina Pekkala (penyihir tapi cuman bisa bertempur pake panah, mana sihir kalian ?). Setting keindahan alam, suasana seram dalam perjalanan ke Utara, para daemon, kendaraan udara serupa balon Zeppelin mungkin bisa merupakan hal yang cukup menghibur.

    Namanya Trilogy, di episode 1 ini, sebelum beranjak dari kursi bioskop, Anda akan 'dibekali' pertanyaan2: Siapa sebenarnya Mrs. Coulter, apakah itu Dust?, bagaimana cara mengembalikan daemonnya Si Billy? Akankah Lord Asriel yang tak lain adalah ayah Lyra selamat? dll.....
    Score? 2,5 dalam skala 5. :-)

    Friday, January 18, 2008

    Iseng-iseng nemu dari hasil blogwalking, di webnya Si Kulkas
    tentang blog reading level, and ini hasilnya:

    blog readability test



    hehehe.......masih SMP bookkk!!! :-p

    See the dentist


    Jadi juga dicabut gigiku. Beberapa hari ini tanya kesana kemari, belum mendapat jawaban yang memuaskan tentang dokter gigi yang ‘bagus’ dimana. Akhirnya kuputuskan ke RSGM Dr.Soedomo aja, tadinya was-was, ntar yang megang ko-ass, sudah under estimate duluan. Tapi waktu di pendaftaran ditanya mau ngapain, trus mau ditangani dokter apa ko-ass, langsung kujawab: mau ketemu dokter saja!. Secara baru kali ini periksa gigi disitu, dulu2 sih banyak teman yang kesitu tapi cuman untuk membersihkan
    karang gigi.

    Nunggu di ruang tunggu sekitar 30 menitan, dengan ditemani siaran TVRI  -doh! hari gini :-p. Sampai kemudian kudengar namaku dipanggil, nah, giliranku nih. Ada keluhan apa mas? Ini dokter, gigiku paling-belakang-kiri-atas agak error pertumbuhannya, kemaren2 sih gak papa, tapi akhir2 ini kerasa sakit. Oh, sini saya liat. Hmm...ya ya...ini harus dicabut mas, tidak bisa lain. Aku sih udah siap dengan kemungkinan terburuk, bayanganku, hari ini di rontgen dulu, baru besok janjian lagi mau dicabut. Tapi ternyata langsung ya sudah. Kira2 setahun yang lalu, gigi bagian yang sama kerasa sakit banget, langsung cek ke dokter gigi deket rumah temen, katanya ada karang gigi nyempil deket situ, ketahuan pula bahwa ada gigi yang gak normal pertumbuhannya dan mungkin harus dicabut. Saat itu disuruh liat perkembangannya, dan disuruh menghadap lagi ntar, tapi aku sudah agak trauma dengan dokter yang itu. Masa membersihkan karang gigi saja sampai bikin bibir berdarah . :-?

    Proses cabutnya sih cuman beberapa menit, setelah disuntik anestesi 2x, baru kemudian dicabut, tadinya si ibu dokter yang pegang, tapi katanya agak sulit karena posisinya di dalam, maka dipanggillah rekannya yang bapak2. Bismillah, tahan ya mas..kemudian kerasa ‘krek-krek...’ kemudian dia ambil tang, terasa ada tangan yang lain megang kepalaku lalu ‘tekk’ lagi, dan...selesai......
    Selesai? Ternyata belum, kata si ibu dokter tadi, yang dicabut tadi itu salah satu gigi bungsu, yang tiga lagi katanya tidak tumbuh dan musti dioperasi juga....waks!..hmm..membayangkan satu gigi saja segini ngerinya ini 3 lagi, apalagi posisinya yang di dalam gusi, jadi ntar katanya lagi- musti dioperasi kecil gitu deh. Hmm ya...ok..tapi laen kali saja ya dok... 
    Teman kamar sebelah ada yang belum lama juga dicabut giginya, dan dari pengalaman dia: wah, rasanya sakit banget, sampe nangis deh hehehe....alhamdulillah aku tidak sesakit itu sampai pakai acara nangis segala. Dalam kasus yang dialami teman lain malah sampai pake acara ‘di-ongkek2’-seperti nyabut paku di kayu hehehe...karena saking sulitnya...*ugh!*

    Memang sih aturannya periksa gigi itu 6 bulan sekali, seperti sering dibilang di iklan pasta gigi, tapi yah kebiasaan orang kita, kalau belum kerasa sakit belumlah merasa perlu ke dokter, apalagi dokter gigi. Jaman aku kecil, dokter gigi seolah jadi momok yang menakutkan, bahkan lebih ngeri dibandingkan dengan dokter hewan  sakitnya gigi kata orang lebih sakit dari sakit hati, mungkin karena gigi deket banget dengan syaraf, jangankan makan, tidur pun tak nyenyak begitu katanya. Tapi ya ada untungnya juga cabut gigi di saat sudah dewasa, paling tidak sudah tidak merasa ngeri dan takut lagi hehehe....secara juga ada anestesi gitu loh...tapi jika anda laki2, tentu soal rasa ngeri dan sakit bukanlah apa2 jika dibandingkan pengalaman anda di waktu kecil. Kok bisa? Ya, saat anda dikhitan dulu....bisa ngebayangin kan ngeri dan sakitnya? Hehehe...aku pikir buat seorang laki2 muslim tidak ada yang lebih ngeri dari itu, jadi kalau soal cabut gigi apalagi bisul pecah ah itu soal kecil, gak ada apa2nya dibandingkan dengan khitan. Hehehe....betul tidak? Cabut gigi, bisul pecah bisa terjadi lebih dari sekali, lha kalo khitan? Emang ada yang mau lagi?

    Hmm...kok tiba2 jadi pengen es krim ya?  :-)

    Telah ditengok sebanyak:
    Counters
    Amazon.com Coupons